Wednesday, March 18, 2009

Menulis, Terapi yang Menyembuhkan*



Saya pernah membaca tulisan Munawir Aziz yang dimuat di Jawa Pos, sekitar sebulan atau dua bulan lalu rasanya (saya lupa tanggal pastinya). Yang jelas di kolom tersebut, Munawir yang adalah seorang peneliti menulis semacam esai menarik dengan judul Menulis, Terapi yang Menyembuhkan. Isi esainya sangat menarik. Tak hanya mengupas pentingnya menulis sebagai sarana pemacu kreativitas layaknya jamak ditulis orang, Munawir juga enampilkan fakta bahwa menulis juga berfungsi sebagai media pengobatan, sebuah terapi bagi kesehatan. Ia sendiri memberi contoh Dahlan Iskan yang menulis pengalamannya selama operasi ganti hati di Tiongkok yang kemudian ditumpahkannya dalam bentuk buku yang berjudul Ganti Hati. Munawir juga memberi contoh seorang Christine Clifford, penulis buku besar yang di tengah perjuangannya menghadapi kanker malah terus menulis hingga diterbitkanlah buku pertamanya yang berjudul Not Now..I’m having No hair Day!

Dalam esainya Munawir hendak menyampaikan bahwa menulis bisa jadi merupakan semacam transfusi energi bagi tubuh kita. Baik bagi Dahlan Iskan selama masa penyembuhannya, juga baik Pipiet Senja yang terus menulis di tengah statusnya sebagai seorang penderita leukimia, menulis adalah sebuah terapi psikologis maha dahsyat. Dan nampaknya kita semua sepakat, bukan, bahwa sisi psikologis itulah kunci dari semua kesembuhan.

Artikel yang ditulis Munawir Aziz itu saya gunting dan saya tempel di dinding di atas meja tulis saya, tempat saya biasa menulis, sebagai spirit.

Dan kalau ngomong-ngomong soal pengalaman pribadi, menulis sebagai terapi kesembuhan ini baru saja menunjukkan daya pikatnya pada saya. sekitar dua minggu lalu saya berada dalam kondisi mengenaskan. Setelah berhari-hari teronggok tanpa daya di atas kasur, di tengah deraan pilek dan pusing, ditambah batuk dan mata berkunag-kunang, saya akhirnya bangkit dan dalam sepuluh menit merasa sudah agak baikan. Apa yang bisa membuat saya bangun, kalau tuntutan mandi saja masih bisa dikalahkan rasa sakit yang berkepanjangan? Jawabannya ternyata adalah pikiran untuk menulis postingan di blog ini. ya! Saya masih bergelung di atas kasur, menutupi mata yang terasa berkunang-kunang ketika timbul keinginan untuk menulis. Seketika itu saya tegak dan mulai mengetik di laptop. Dan lihat saya! Belum sepuluh menit saya sudah bisa bernafas lewat hidung dan batuk-batuk terasa berkurang. Sedemikian dahsyat manfaatnya menulis.

Akhirnya, hanya menulis yang bisa membuat saya menunaikan salah satu kewajiban utama: mandi!


*judul postingan saya mengutip esai berjudul serupa
karya Munawir Aziz yang dimuat di harian Jawa Pos

No comments: