Sunday, April 12, 2009

Ga Ada Cinta, Cuma Buku di Sini

Saya sering sekali mendengar baik pepatah maupun ucapan teman2 saya sendiri; benci-benci cinta. Atau sesuatu yang paling kamu benci adalah sesuatu yang paling kamu cinta. atau lagi cinta sih tapi benernya bencii..nah lo! Well? Saya mengalaminya. Tetapi tenang saja it is not another mellow story, even not a love story haha..

ilustrasi yang anehh..skali lagi not a love posting!


Ok satu hal yang menjadi favorit saya adalah pergi ke toko buku.hmm.. ini mengalahkan kesukaan saya ke perpustakaan. Kalau di perpustakaan saya selalu datang dengan perasaan wah sayang banget kalo nemu buku bagus tuh buku bukan punya saya. Tapi kalo di toko buku, well kalo suka kita bisa beli! Senangnya kalo bisa begitu..


Awal mulanya saya tidak terlalu akrab dengan toko buku. Kebetulan yang menyenangkan adalah ibu saya bekerja di perpustakaan SD tempat saya bersekolah. Sebagai seorang pegawai sekolah ibu punya privelege khusus seperti yang dimiliki para guru untuk meminjam buku-buku yang ada di perpustakaan. Tak heran sedari kecil saya sudah dimanjakan dengan buku-buku pinjaman. Saya ingat waktu-waktu menyenangkan adalah ketika ibu pulang istirahat siang sambil berkata ‘tadi ibu pinjamkan buku ini’ sambil menyerahkan setumpuk buku bacaan yang selalu saya sambut dengan suka cita. Waktu yang tak kalah menyenangkannya adalah ketika liburan panjang tiba. Saya biasa ikut ibu bekerja sejak pukul tujuh pagi. Ketika ibu membuka pintu kantornya dan saya melihat tumpukan buku atau komik baru di atas mejanya, bahkan kadang belum bersampul, saya bisa katakan itu adalah perasaan paling menyenangkan yang terus masih dapat saya rasakan hingga kini.

Jadi intinya walaupun saya telah menjadi kutu buku sejak usia sangat dini, saya tidak punya satupun buku bacaan milik pribadi.

Hal berikutnya yang masih saya ingat adalah ketika Hari Raya Idul Fitri saat saya menginjak bangku kelas 6 SD. Kebiasaan saya dan beberapa sahabat adalah berkeliling naik motor berkunjung ke rumah guru dan teman-teman kami. Karena teman cewek saya yang bisa naik motor hanya satu otomatis saya dan satu sahabat saya yang lain rela bercenglu ria, alias bonceng telu.. (kalau saya ingat-ingat sekarang kami memang dulu begitu polos. Hari lebaran, dengan kerudung berkibaran, bersempit-sempit ria dalam satu jok berkeliling kompleks, dan nggak malu blass..--->out of topic dikit :p)

Pendeknya waktu itu perhentian kami sampai di rumah teman saya yang bernama Farhad Fadilla atau Dilla. Saya masih ingat betul waktu itu kami dijamu sayur bayam yang manis dan hangat. Setelah terkagum-kagum melihat rumahnya yang besar (tingkat tiga kalau tidak salah) kami juga diputarkan film Snow White. Haha dasar anak kecil katrok kami tersihir juga melihat fil produksi Disney dari vcd yang asli itu. Maklum biasanya nonton vcd bajakan.

Nah, saat kawan-kawan saya melihat koleksi vcd dan kaset Backstreet Boys milik Dilla, saya melihat itu. Berwarna cokelat keemasan, benda itu langsung menarik perhatian saya.


Harry Potter and The Sorcerers Stone


Well, beberapa waktu sebelumnya saya sempat melihat review buku itu di Kompas kalau tidak salah. Hanya saja review buku tersebut yang saya ingat samar-samar menceritakan kisah seorang penyihir and the blah blah.. singkatnya dunia sihir, fantasi, sama sekali bukan tema favorit saya. Tapi begitu melihat buku itu di rumah Dilla well, saya ga punya pilihan untuk ga membcanya. Secara saya bosan nonton film kartun, i have nothing to do, dan pasti penasaran ada buku nganggur ya dibaca ajalah.

And it attracted me so.. Seperti yang terjadi pada berapa juta orang lainnya. Saya baru mbaca berapa halaman ya, empat kalau ga salah ketika teman-teman saya mengajak pulang. Dalam hati saya rasa penasaran itu belum hilang. Lah katanya soal penyihir ko ini ceritanya soal Vernon Vernon, mana Harry Potternya? Batin saya waktu itu. Dan dengan memberanikan diri sayapun meminjam buku itu ke Dilla dan melanjutkan membacanya di rumah.

Pertanyaannya sekarang, kenapa saya berpanjang-panjang menulis soal Harry Potter ini? selain fakta bahwa ini menjadi salah satu buku favorit saya hingga tahun-tahun kedepan, Harry Potter juga menjadi jalan saya untuk lebih akrab kepada toko buku.


Jadi kisahnya saya sangat terimprint (haha istilahTika ini) pada Harry Potter.Bebrapa waktu setelahnya saat saya jalan-jalan ke sebuah toko buku yang kalau boleh saya bilang nggak mutu, eh saya ngelihat buku keduanya Harry Potter, yg Chamber of Secret itu. Kuaget banget gila ada Harry Potter di toko ini, di kota ini!! waktu itu saya kepengeeennn banget beli, tapi saya ga berani bilang sama ibu. Mungkin alasannya ibu ga usah beli, pinjem di perpus aja, begitu. Masuk akal sih tapi ndak tau kenapa saya pengen aja punya. Tapi tetep saya ga berani minta ke ibu buat beliin.

Sepulang di rumah Harry Potter itu terus terbayang-bayang. Sampulnya yang merah, tebelnya..aduhh belum-belum sudah kebayang pengen baca. Berapa hari saya bimbang sampai suatu siang akhirnya saya nekat jalan kaki dari rumah ke mall yang ada toko bukunya itu demi membeli si buku Harry Potter. Buku yang tinggal satu itu masih ada, yes! Langsung saya bayar buku berharga 36 ribu rupiah itu dan saya pulang dengan perasaan melambung.


Itulah pertama kalinya saya merasakan excitement yang sangat untuk memiliki sebuah buku.


Waktu-waktu setelahnya saya nggak inget kapan ibu tahu saya punya buku itu. Saya malah punya kecurigaan ibu nggak pernah tau perjuangan saya mendapatkan buku itu. Buku pertama yang saya miliki dengan passion begitu besar adalah Harry Potter edisi kedua, bukan seri pertamanya malah. Setelah-setelahnya pemenuhan akan hasrat membeli buku itu kok ya lempeng-lempeng aja. saya beli buku apa ibu tau ya sudah. Malah kalau pergi sama ibu saya suka minta dibelikan buku. Ndak tau kenapa ya waktu beli buku yang pertama bisa segitu hebohnya hahah.. padahal kalau ceritanya saat saya lihat buku harry Potter itu terus langsung minta sama ibu bisa jadi langsung dibelikan nggak perlu pake adegan beli-sembunyi-sembunyi-siang-siang-jalan-kaki segala. Tapi ya mungkin di situ seninya, dan kalau ndak begitu ya nggak ada cerita ini :)

Berawal dari situ saya punya hobi baru yaitu menabung. Selama setahun atau dua tahun saya menyimpan sebagian besar uang jajan saya. Tujuannya apa? Saya biasa melewatkan liburan cawu (hei dulu belum kenal semester :P) di Surabaya, di rumah datuk dan mbah saya. Salah satu momen yang saya nantikan adalah jalan-jalan ke Gramedia Tunjungan Plaza, saat ibu akan berbelanja buku untuk memenuhi koleksi perpustakaan sekolah dan saya akan menghabiskan uang tabungan saya untuk membeli buku. Wah saya ingat banget uang 300 ribuan hasil menahan-nahan nggak jajan bakso berbulan-bulan itu lenyap dalam tempo kurang dari satu jam, dan berganti rupa dalam bentuk enam buah novel rupa-rupa judul. Favorit saya saat itu (dan masih sampai sekarang) adalah Princess Diaries series by Meg Cabot dan seri Chicklit. Saat itu yang namanya teenlit belum beken. Alhasil saya usia SMP yang i’m not a girl not yet a woman terpaksa dewasa lebih awal dengan membaca chick literature yang aslinya buat cewek 25an ke atas itu hehe..

Anyway itu dulu. Saat masih tinggal dengan orangtua dan yang perlu ditahan cuma hasrat jajan. Well sampai usia SMA lah saya bisa begiitu karena SMA saya juga di asrama segala makan tempat tinggal udah ditanggung, lagi-lagi cuma perlu nahan hasrat jajan doang. Tapi sekarang situasinya beda huhuw.. jaman kuliah, jaman ngekos. Welcome to tempe penyet and say goodbye ke hangout to mall every Sunday kecuali bisa menjaga hasrat belanja.. yang ngomong2 susah sekali dilakukan di kota macam Surabaya ini yang Department storenya menawarkan diskon ga cuma pas lebaran doang. Juga pengeluaran sebagai seorang mahasiswa (desain), ngenet, ngeprint yang walopun remeh ternyata habisnya banyak juga. Otomatis sekarang membeli buku menjadi sebuah kemewahan..


Yang membawa kita ke inti dari postingan ini. kenapa saya cinta dan benci saat pergi ke toko buku. Karena saya selalu merasakan passion yang sama pada buku, masih sama seperti kali pertama saya melihat Harry Potter and the Chamber of Secret di etalase berdebu toko buku deket tangga di Bontang Plaza..passion ingin membelinya. Tapi di satu sisi dompet ini terasa makin tipis aja dan harga buku juga makin melonjak..dan jangan bilang e-book sebagai jawaban. Ngutip kata-kata mas Ayos, romantisme sebuah buku ya saat kita duduk dan membuka halaman-halamannya. Bukannya saat mengklik next page di Adobe reader..(ini saya yg nambahin hehe..)

Ketika ada di toko buku saya selalu merasa ‘lapar’ seolah saya ingin memiliki toko buku itu sendiri supaya saya bisa membaca semua bukunya (well ini bisa jadi inspirasi ke bidang manakah saya ingin berkembang di masa depan :P). Di sisi lain saya juga sebel karena beli buku sekarang pake perhitungan dan tak jarang saya harus menunggu untuk mendapatkan buku yang saya inginkan, karena saya sudah dewasa, jadi dalam beberapa hal saya harus lebih bijak mempergunakan uang. Karena alasan bijak inilah saya menjadi jarang membeli chick literature yang dulu menjadi santapan wajib huhu karena mendahulukan buku-buku lain yang lebih ‘berat’. Padahal membaca chicklit bagus untuk merefreshkan otak hehehe..(dan belajar sarkastis)

Itulah mengapa saat ke toko buku saya merasakan kegairahan sekaligus kesebalan pada saat yang sama..saat saya nggak bisa menahan keinginan untuk membeli sebuah buku maka saya akan misuh dalam hati ‘sial nggak tahan gue. Nggak makan lagi nih’ di sisi lain saat saya berhasil menahan keinginan membeli buku itu maka misuhan sayapun berubah rupanya begitu sampai di rumah ‘sialll tapi gue kepengen banget buku ituuu..’


Haha.


Anyway saya appreciate sekali dengan acara-acara bursa buku huahh kaya surga bisa menemukan buku-buku bagus dengan harga murah. Acara bursa buku yang terakhir kemarin di DBL arena klo g salah ya?wah sayang banget gabisa datang karena jauh. tapi saya dateng ke Gramed Fair yang penutupannya tanggal 15 maret lalu klo g salah. And its totally rocks! I’ve got six qualified books dengan ngabisisn duit 80ribuan aja.


ini buku yg membuat saya nyengir2 bersalah setelah pulang ;p


Beberapa di antaranya How to Get What You Want and Want What You Have punya John Gray PhD, penulisnya Man and Mars, Women are from Venus. 15 ribu doang. Liat nama penulis and judulnya langsung ngambil. Status sampai hari ini belum dibaca karena bukunya tebal jadi masi nyari waktu luang yg lumayan panjang biar bacanya ga kepotong-potong. Trus juga ada Bukuku Kakiku. Sekilas udah ta liat-liat. Isinya kayak kumpulan artikel gitu mengenai buku dari sudut pandang banyak penulis. Liat tebelnya yang kayak kamus, harganya 15 ribu, belum lagi nama-nama seperti Rosihan Anwar, Frans Magnis Suseno trus Remy Sylado dan penulis-penulis lain yang ga kalah bekennya, sudah jadi alasan lebih dari cukup buat beli buku ini hehehe.. trus ada juga novel Nicholas Sparks A Bend in The Road alias Pertemuan Nasib. Aslinya novel yang dibanderol tujuhribulimaratus ini dibeli cuma karena iseng. Sbelumnya ga perna baca karyanya si om ini. tapi liat resensi di belakangnya sama harganya yang miring banget ya dibeli aja. dan ternyata ga salah pilihan saya saudara-saudar. Walaupun cerita novel ini tipikal banget and gammpang ditebak tapii gaya tulisannya Om Nicholas bikin novel ini asyik banget dibaca. Sip-siplah. sbenernya ceritanya ga istimewa2 amat, bahkan alurnya cenderung mudah ditebak.Nah biasanya kan kalo orang udah bisa nebak kira2 endingnya piye, atau pelakunya piye, atau masalahnya tar berpusar pada siapa, mereka cenderung lose passion buat gelanjutin baca buku ini. tapi novel ini enggak, sumpah. Membangun alurnya, romantismenya, sangat smooth dan bikin mood kita tetep terjaga sampai akhir. Sip deh om.

Trus juga ada buku Kekayaan Hutan Asia. Lupa nih buku 15rb ato separuhnya. Yang jelas kovernya menarik, sangat green dan sueger. Baru ta liat-liat sekilas isinya bagus banget. Mengupas soal kekayaan apa saja yang ada di hutan-hutan di asia, macam rotan, gaharu, cendana, begitu-begitulah. Dan ada pembahasan yang cukup mendetail untuk tiap sumberdaya alam.. mulai dari sejarah sampai cara pengolahannya. ga cuma melulu soal kayu lho. Biji-bijian sampai sarang burung walet juga ada. Siplah.

salah satu contoh penjelasan yg ada di buku itu.lumayan detail ko, dan berangkatnya juga dari jurnal2 yang ditulis dari para peneliti..bukan rangkuman asal artikel yg ada di internet!


dapat disimpulkan bahwa prinsip murah meriah ternyata masi berlaku dalam sejarah perbukuan kita! buku murah ga selalu jelek isinya! tentu saja bisa jadi karena buku2 di atas sebenarnya cukup lumayan harganya cuma karena ga laku2 atau kelebihan stok akhirnya disale. yah afterall sangat membantulah acara bursa buku murah di atas :)


okeee..dari benci-cinta kita sampai nyambung ke bursa buku..see you in next post lah! :)




3 comments:

Ayos Purwoaji said...

aku juga sering tuh berada dalam dilemma sepertimu; jalan ke toko buku, naksir banyak buku, namun tak ada daya untuk membelinya...

huhu pengen nangis rasanya...

pernah naksir sebuah buku: Gulag karya Sovelnitzyn bukunya tebal dan mahalll, saya pun rela menabung untuk buku dengan sampul merah itu. saat uang terkumpul saya pun dengan jumawa pergi ke Gramedia, tapi ternyata kejumawaan saya tidak bertahan lama, buku itu sold out! Arrrghhh...

Sekarang sih lebih banyak sedang berburu buku-buku bekas nan langka. Membaui kertas buku yang mulai menguning itu rasanya seperti candu buat saya, heheehe

Felkiza Vinanda said...

wah wah spertinya kita sama yah mb! dari kecil aku jg terbiasa 'mencintai' buku, hehe jadinya hobiku mengunjungi toko-toko buku. akhir2 ini pun doku ku banyak terkikis cuma gara2 beli buku. hihi ngga tau kenapa, rasanya ada kesenengan tersendiri gitu kalo udah beli buku :D padahal akhir2nya biasanya buku itu lama aku baca gara2 ga sempet, numpuk deh :P

Anonymous said...

buku itu katanya sih jendela dunia. membaca itu katanya sih berantas kebodohan. kalau pintar sih katanya bisa meningkatkan taraf hidup. wajar saja kalau buku itu mahal. tapi jangan kuatir, seperti kesukaan mas aklam, masih banyak buku bekas yang maknyus. atau pdf yang bejibun berserakan di internet. :D