--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kalau flashback ke belakang, katakanlah lima tahun ke
belakang saja, mungkin tidak akan terbayang beginilah kehidupan saya sekarang. Dalam
imajinasi paling liar, bahkan dalam plan paling buruk (saat itu) tak mungkin
terbayang bahwa saya saat ini, tahun 2015, di pagi hari yang cerah di Hari
Buruh, sedang menikmati momen yang sangat langka bernama me-time, di sebuah
kota kecil di utara Pulau Jawa. Ada batita yang tidur lelap di kamar sebelah
dan di halaman tumbuh lebat pohon labu
yang baru saja dipanen, buahnya dibuat kolak yang mengepul hangat menemani saya
menulis.
Betapa Allah bekerja
dengan cara yang misterius.. salah satu frase favorit saya.
Namun memang begitulah adanya..
Sementara saya menulis, angin berdesir lembut, menggoyangkan
vitrage dari jendela pondok mungil kami; saya bersyukur. Sepenuh hati bersyukur.
Syukur yang dibalut takjub pada kuasa Allah; pada rencanaNya yang mengejutkan.
But as every surprise gift… mengejutkan tapi menyenangkan. Walau dalam beberapa
bagian kadang terasa lucu. Bayangkan saja.. dari yang awalnya bercita-cita
lulus kuliah langsung merantau ke Jakarta, bekerja di media, tinggal di
apartemen dan nongkrong di Kemang ba’da kerja, lha kok sekarang jadi ibu rumah
tangga, ngurusin bayi dan bercocok tanam di waktu senggang. Eaaa…kata anak
sekarang. Most amazing part-nya adalah kok ya saya enjoy aja gitu lho..dan ini
pilihan sendiri. Jadi memang perannya Yang Kuasa luar biasa sekali membolak-balik hati saya dalam hal ini; yang awalnya terlihat menarik jadi
tidak, begitupun sebaliknya..
Saya ingat perjalanan saya tiga hari ke Jakarta (dulu, taun
2013. Sendiri saja tanpa suami, hanya mau nostalgia dengan kawan lama) yang
dipenuhi agenda ngantri busway, berdesakan di busway, nungguin macet di dalam busway. Alamaaak..
hidup kok rasanya habis di jalan (all hail for Jakartans yang sanggup menghadapi semua ini every single day!). Bubar jalan keinginan merasakan hectic-nya
ibukota. Biar pak sopir sajalah yang pusing liat mobil berjejal-jejal, saya
duduk anteng di kursi belakang; sambil update Instagram atau tidur ayam,
bangun-bangun sudah sampai Plaza Indonesia. Tentu itu ngayal. Mana ada gaji jurnalis
pemula bisa bayarin sopir pribadi apalagi naik taksi setiap hari. Permisalan
saja lhoo… kalau dulu saya jadi jurnalis beneran di ibukota..
Sebentar, saya jadi lupa awalnya niat nulis apa -.-"
Ya begitulah intinya.. saya sangat bersyukur dengan kondisi
saat ini. Terlihat jauh dari riak, tapi bukan berarti tanpa tantangan. Tantangannya
mungkin lebih ke pertikaian dalam diri.. Terkadang melihat kawan lain sudah
begini begitu, saya kok merasa begini-begini aja. Seolah jadi IRT adalah
stempel mati bahwa selamanya akan berkutat urusan anak dan rumah. But, hey,
adakah yang salah dengan itu? Saya rasa tidak, kalau memang itu adalah pilihan
murni seseorang. Malah jadi ladang pahala. Hail to every IRT yang bisa
stay di rumah 24/7 ngurus suami, anak dan rumah, apalagi kalau tanpa bantuan
rewang. Kalau saya mah tidak bisa, atau belum bias deh.. Bebersih rumah sendirian
sangat takes time dan melelahkan buat saya. Kalau masak masih okelah.. karena
hobi juga. Prinsip saya, mah, waktu dan tenaga kita terbatas. Jadi kalau ada
kerjaan yang kira-kira 80% bisa dikerjakan dengan baik oleh orang lain, maka
delegasikanlah saja hehehe...
Saya mah suka galau kadang-kadang kalo liat si A atau si B.
Namanya manusia yaa..durian tetangga selalu terlihat lebih menggiurkan. Padahal
si A si B mah bisa jadi galau juga kalau liat saya haha.. Situ punya karier oke,
tapi galau jodoh. Sini Insya Allah udah ketemu jodohnya tapi definisi kariernya
masih ngambang... daan sebagainya. Ya ya ya.. wajar ya sekali-kali galau, namanya manusia. The
most important thing is cepet-cepet ingat dan bersyukur aja. Inget kalau duren
tetangga yang keliatannya lebih besar belum tentu dagingnya setebel dan semanis
punya kita. Bahkan bersyukur at least kita punya duren daripada ada tuh yang ga punya
duren walaupun kecil dan rasanya sepo* (ini apa yak kok malah ngomongin
duren?? Penting banget yaaa perumpamaannyaaa..).
C'est la vie**
Balik lagi soal stempel mati IRT...
Well, since I know from the first time kalau saya bukan tipe yang bisa diam aja di rumah, for me it just a matter of time saya mulai asyik lagi denga beragam project seru yang biasa saya kerjain. But for now, Azka is my top priority. Saya tahu bakal nyesel banget kalau sampai ngelewatin fase pertumbuhannya Azka. Soal jualan, ngedesain, bahkan sekolah lagi, akan ada banyak waktu untuk itu. Nanti. Tapi kalau ngeliat Azka tumbuh? Tinggal tunggu waktu aja dia mulai asyik main sama temannya dan ga ngintilin umminya ke manapun kayak sekarang :)
Jadi begitulah..
Curhatan saya kali ini...
Maapkeun kalau banyak muter-muternya dan agak gak nyambung prolog sama epilognya... hiksss
Begitulah kalau kelamaan ga nulis. Jangan ditiru ya
I really miss writing. I hope I will have plenty of time in the future to do this routines..
Will try my best to catch up soon!
Much love from Ummi Umar ♥♥♥
1 comment:
bener bgd nan... hiks hiks.. duren tetangga mmg nampak masih lbh menggiurkan... iya ini aku jg masih ngambang mau dibawa kemana kariernya. mau usaha sendiri g berani, ngikut orang terus, nanti rumah g keurus...
Post a Comment