Thursday, June 2, 2016

Kenapa Harus S2 di Luar Negeri?

Beberapa waktu yang lalu, salah satu kawan saya di komunitas menulis mengabarkan bahwa beliau sedang dalam proses seleksi beasiswa sekolah ke luar negeri. Tidak perlu saya sebut namanya, karena si mbak satu ini mungkin akan baca tulisan ini juga hehe...

Di kota kecil seperti Tuban, menemukan orang dengan mimpi besar seperti si mbak ini adalah hal yang cukup langka buat saya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Melanjutkan sekolah ke luar negeri rasa-rasanya menjadi mimpi banyak mahasiswa, termasuk saya. Selepas kuliah, saya berencana melanjutkan kuliah jenjang strata dua di Australia (maunya..hehe..). Namun qadarullah saya bertemu jodoh cukup cepat sehingga selepas wisuda, hanya selang dua bulan, kami menikah. Saya lantas memilih untuk ikut suami merantau ke kota kecil yang namanya belum familiar buat saya, apalagi letaknya dalam peta (saya emang nggak pinter Geografi dari dulu).

Setelah menikah saya banyak disibukkan oleh aktivitas rumah tangga, terlebih pasca memiliki anak. Melanjutkan pendidikan ke strata yang lebih tinggi semakin terasa jauh... walaupun jujur saya akui, dalam lubuk hati yang terdalam, mimpi itu masih ada. Come on... siapa sih yang nggak pengen sekolah di luar negeri, apalagi kalau dibayarin?

Beberapa kawan dan adik kelas saya ada yang mendapatkan kesempatan berharga ini. Foto-foto mereka cukup bikin saya mupeng hehe... Namun, saya tahu, ada harga yang harus dibayar untuk itu. Tak semua seindah foto di Instagram...

Saya baca sendiri perjuangan temen saya Tika untuk mendapatkan tiket beasiswanya. Usaha kerasnya terbayar ketika ia akhirnya bisa kuliah di negeri Ratu Elizabeth. Tulisan tentang perjuangannya mendapatkan beasiswa terasa keras (dan kadang getir), tetapi saya menemukan sisi melankolis yang terselip. Salah satunya ketika Tika bilang (correct me, ya Tik), alasannya memilih Southampton University salah satunya karena ada program yang memungkinkan ia lulus dalam setahun. Sehingga, ia tidak perlu terlalu lama berjauhan dari keluarganya. Ya, Tika memang sudah bersuami...

Beberapa teman yang lain cukup beruntung karena memiliki pasangan yang bisa diajak serta merantau ke luar negeri. Paling nggak, homesick-nya ada yang nemenin hehe...

Sebenernya bukan poin keluarga saja yang membuat saya agak berat untuk 'berjuang' supaya bisa sekolah lagi di negara seberang. Namun, justru alasan paling mendasarlah yang belum bisa saya jawab hingga saat ini; kenapa harus S2? Atau lebih tepatnya, kenapa harus S2 ke luar negeri? Lupakanlah soal jawaban general 'saya ingin menuntut ilmu lebih tinggi'; saya yakin tidak akan meyakinkan penguji beasiswa manapun...
Saya bukanlah pendidik yang mungkin selepas kuliah bisa mendarma baktikan ilmunya kepada para anak didiknya...
Saya juga bukan wanita karier yang bisa mengimplementasikan ilmunya di tempat kerjanya...
Saya hanyalah ibu rumah tangga biasa yang suka menggambar dan menulis, serta sedang belajar berbisnis. Saya belum menemukan 'it' point yang membuat saya berbeda dengan para pemburu beasiswa lainnya...


Saya cuma ingin..


sekolah lagi..


merasakan sekali lagi duduk di bangku, memegan pena dan mencatat..
tenggelam dalam lautan buku di perpustakaan, menghirup aromanya yang sangat saya suka..
saya ingin berjalan-jalan di taman kampus..
dengan ransel terpanggul penuh buku; duduk di rerumputan dan membaca..

Saya rindu begadang menulis paper..
Saya kangen dengan rutinitas akademik, menyedot ilmu dari para dosen..
mengalami 'aha!' momen sekali lagi dalam kelas..


Tapi saya tidak ingin (atau belum ingin),
mengalami semua itu dalam beban kekhawatiran apakah Azka sudah makan dengan cukup..
apakah Azka masih TV-free and gadget-free
apakah Azka masih hidup sesuai standar yang saya tetapkan, sama seperti ketika saya di sampingnya..
dan begitu juga Abinya Azka..

Saya sadar bahwa kedua hal tersebut akan sulit dicapai dalam kondisi sekarang..
Kondisi saya yang sekarang..

Jadi, saya cukup puas dengan kata-kata Abinya Azka bahwa semua ada waktunya, dan mungkin bukan sekarang waktu saya..tapi saya tahu bahwa waktu itu pasti akan ada!
Sementara waktu itu datang, saya bisa memikirkan masak-masak pertanyaan "kenapa saya harus S2 di luar negeri?" :))




Anyway, Mbak Nur, semoga sukses berburu tiket ke Leidennya, ya! xoxo


2 comments:

Lisāna said...

I feel you! *Hugs
Tapi orangtuaku dulu bisa loh mbak, yah walopun dg segala sukaduka-nya... tapi mereka memang tuntutan profesi juga sih, hehehe. But I agree, family first before anything else (kecuali agama hehe). Hugs for Azka too!

tyzha said...

nah icha kenapaa nggak ambil di luar? atau aku yang kudet nih hehe..
with your awesome resume, feelingku ga cuma aku yang mempertanyakan hal yang sama hehehehe...