Monday, December 21, 2015

A Letter to a Friend

Two of my favorite people was born in third day of month. The first was my son, the next one was Aldila :)


Please take it as an apology for being so dumb forgetting your birthday, ya, Dil :* Aslinya guweh ingeettt...tapi mau chat malah kelupaan sampai besok, besok dan besoknya :(



---------------------------------------------------------------------------------------------------
2007
---------------------------------------------------------------------------------------------------


Sore itu cerah. Dedaunan berdesir tertiup angin. Angin membelai manja wajah-wajah polos kami, para mahasiswa baru Jurusan Desain. Dengan kostum bertema sporty 80’s, kami tampak mencolok di pelataran Masjid Manarul Ilmi. Memang ospek Jurusan Desain terbilang seru karena minus baju wajib ospek yang membosankan itu; setelan putih hitam. Namun ospek tetaplah ospek. Tidak banyak dari kami yang bertukar senyum. Tidak banyak yang memanfaatkan waktu untuk saling berkenalan. Tapi sore itu, saat kami duduk-duduk rehat di sela aktivitas ospek, Allah memalingkan wajah saya dan wajahnya untuk saling bertatapan. Ia nyeletuk ringan dan saya menanggapi. Kami lantas berkenalan. Langsung terpatri di benak sosoknya yang manis dan hangat. Sekejap, ia menjadi sahabat saya. Salah satu sahabat pertama saya di masa kuliah :)


Saya langsung lengket dengan Dila. Perbedaan prodi, dia di Interior saya DKV, tidak membuat intensitas pertemuan kami berkurang. Masa kuliah awal yang belum begitu sibuk membuat kami banyak punya waktu luang untuk window shopping atau nonton konser bersama. Saya yang dari kota kecil di Pulau Kalimantan dengan cepat belajar dari Dila yang tergolong anak gaul haha... Keliling dari satu distro ke distro lain (waktu itu distro masih hip banget di Surabaya hihi)...nonton gig band-band indie (yang awalnya terdengar aneh di kuping—biasanya dengerin boyband :)) ).. mengunjungi pameran.. pasar barang bekas...semua Dila yang kenalkan. 


Salah satu momen paling sedih itu mungkin pas Mamanya Dila nggak ada. Subuh-subuh saya dapat telpon dari Dila, kirain ada apa. Ternyata dia ngabarkan kalau mamanya kecelakaan dan meninggal sepulang dari silaturahim lebaran. Sayapun shock. Tone suaranya Dila terdengar biasa saja waktu itu, dan dia masih bisa ketawa kecil untuk meyakinkan saya bahwa kabar itu benar adanya. Saat telpon ditutup saya masih shock tapi segera menelpon kawan yang lain untuk mengabarkan. Paginya saya bertakziah ke rumahnya tapi hanya menemui adiknya yang berucap ‘Kak La lagi istirahat’. Bada’ Dzuhur baru saya sempat melihat wajahnya saat mengantar mamanya ke peraduan terakhir. I guess that was the first and the last time I saw she cried.


Ada yang pernah bilang bahwa persahabatan itu tidak seharusnya mengikat. And I can’t be more agree than it. When we grow, we may change. People do change right? Saat orang berubah mungkin ia akan mencari lingkungan baru, orang-orang baru yang lebih cocok dengannya. Ada kalanya kita harus merelakan orang-orang terdekat kita untuk mencari ‘kolam’nya yang lain. And that is okay..

(If you want, you can stay. So whenever they comeback or even just checking, they know you always there :) )



I guess that was what happen to us.



Seiring dengan makin sibuknya perkuliahan, semakin jarangnya waktu luang (saya mulai aktif di pers kampus yang lumayan menyita waktu karena jam kerjanya yang tak menentu), lama kelamaan jadi semakin susah mencocokkan jadwal kosong. Intensitas bertemu dan jalan-jalan bareng pun berkurang. Quality time jadi berkurang.

Di saat yang sama kami  jadi lebih sering nongkrong dengan temen-temen seprodi yang notabene lebih sering ketemu. Saya punya temen-teman baru yang saya ajak curhat atau saya ajak nge-mall, so did her. Ada orang lain yang pertama-tama saya ceritain about the guy next door. So did her. Maybe.


Suka atau tidak suka, diakui atau tidak, kadang keluar bareng jadi sekedar formalitas, sekedar karena sudah lama tidak keluar bareng. Obrolan jadi agak nggak nyambung karena masing-masing mengembangkan ketertarikan yang berbeda. Bingung mau ngobrolin apa, padahal dulunya sampai nggak tidur gara-gara ngobrol. Guyonan kadang juga nggak bisa lepas seperti dulu. Selesai hang out yang biasanya berwujud nonton atau makan bareng, kami langsung pulang. Selesai.


 ---------------------------------------------------------------------------------------------------
2015
 ---------------------------------------------------------------------------------------------------


How time flies, ya, Dil?


Mungkin sudah lewat waktunya buat aku untuk ngebelain pulang tengah malam demi gig band indie..
(To be honest, I stop listening to them. I forgot where did the last time I used my Ipod. )

Mungkin sudah lewat waktunya muterin distro, nyobain segala macem baju tapi ujung-ujungnya nggak beli..atau kamu doang yang beli hihi..
( I should admit that, until now, distro products are bit too pricey for me)

Mungkin nomor kita yang simpati dulu sudah hangus juga haha.. So 2007 banget yaa..when others use si kuning, kita waktu itu masih setia sama si merah hihi



Mungkin.. ada kebersamaan yang nggak akan kembali..


Mungkin aku yang berubah?
Sedikit lebih serius? Hmm..sedikit lebih serius menatap hidup? I don’t know..
When in other side, you become more social (I know you love to be photographed long before the selfie bomb haha..)

Mungkin memang hanya waktunya kita berubah :)
Mungkin kita hanya mengambil jalan yang berbeda..
Jalan yang bersisian, semoga
Supaya paling nggak kita bisa saling melihat bahwa each other okay :)



By the way.. kalau ada yang perlu dimaafkan, I am the one who should beg it at first.
Maaf untuk sikap nyebelinku. Yes,  I know I can be so nyebelin! Hahaha...
I married someone who call me nyebelin at least once a week, so you know.. maybe I was born that way. Not that I am not trying to fix it.. I try my best to minimize it *grinning*



Sorry for not being in most of your worst day..

Sorry for not being able to stay..

To complement you, and become supportive friends all the time..



I just want to say that I am happy for you, for the path you choose, and hope everything will work out fine for you, and may Allah bless you always..



I always be that kind of over protective guys to someone or something I love most... and you are one of it. Itu mungkin yang bikin aku ngga begitu excited in most of time kamu cerita soal cowok yang kayaknya serius sama kamu. Aku kadang merasa they were not good enough for you... why don’t you find someone who actually has qualification to be your imam, for God's sake??


But I realized now, yes, it is maybe I am who are too protective (and over worrying about the bad-result-end. Don’t blame me, I mostly saw you being childish even though you are older than me! :p ). Everything is in your hands by the way.. 

So whoever you choose to be with now, I hope the best for you, Dil. I hope there will be a time to know that person better once you and him finally tie the knot (and found the reason why he deserved you :p ).



By the way... I tried to find some of our old photos but my harddisk was cracked :(((((. It tore my heart knowing the fact that maybe the files won’t back :'(
I miss our happy smiles back then, even though I don’t need to be reminded how good those times were :)


Dil, mungkin our golden times sudah usai. But we still have the future. Let’s see if we can make it again :)




Sincerely yours,
( because the I-love-you seems like something you say to someone who you wanna kiss. And of course I am not gonna kiss you! I just kiss a man. Okay, stop it)


-Someone who tried her best to stay-



No comments: